Sabtu, 09 Agustus 2025

Jejak Sejarah Lahirnya Nganjuk: Dari Pemindahan Medang Hingga Tanah Perdikan Anjuk Ladang

Keterangan Gambar : Ilustrasi peperangan Medang melawan Pamalayu Sriwijaya 


Pu Sindok Dan Jejak Sejarah Lahirnya Nganjuk: Dari Pemindahan Medang Hingga Tanah Perdikan Anjuk Ladang

Pada abad ke-10 Masehi, Kerajaan Medang mengalami masa krisis besar akibat bencana alam dan tekanan politik yang mengancam kelangsungan kekuasaannya. Salah satu tokoh penting dalam momen kritis ini adalah Mpu Sindok, seorang raja cerdas sekaligus reformis yang berhasil membawa kerajaan dari ambang kehancuran menuju kebangkitan baru di tanah timur. Keputusannya untuk memindahkan pusat kekuasaan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur bukan hanya langkah politik, melainkan juga transformasi budaya dan peradaban yang jejaknya masih terasa hingga kini, salah satunya di daerah yang kini dikenal sebagai Nganjuk.

LATAR BELAKANG PEMINDAHAN IBU KOTA MEDANG

Kerajaan Medang yang berpusat di Jawa Tengah (Mataram Kuno) mengalami kehancuran hebat akibat letusan dahsyat Gunung Merapi dan banjir lahar yang menghancurkan pemukiman serta infrastruktur kerajaan. Di samping itu, serangan Pamalayu (dari kerajaan Sriwijaya ?) terhadap pusat kekuasaan Medang di sekitar pesisir utara Jawa turut memperparah situasi. Dalam kondisi yang genting ini, Mpu Sindok yang kala itu menjabat sebagai Rakai Hino (pejabat tinggi) mengambil keputusan besar dengan memindahkan pusat pemerintahan ke Jawa Timur.

Langkah pemindahan ini diperkirakan berlangsung sekitar tahun 929 M, sebuah momen penting yang menandai berakhirnya era Mataram Kuno di Jawa Tengah dan lahirnya era Medang di Jawa Timur. Mpu Sindok kemudian mengangkat dirinya menjadi raja bergelar Śrī Mahārāja Rake Hino Dyaḥ Siṇḍok Śrī Īśānawikrama Dharmottuṅgadewawijaya serta mendirikan wangsa baru, yakni Wangsa Isana, dan mendirikan pusat pemerintahan baru di wilayah Tamwlang dan Watugaluh, daerah yang kini diduga berada di sekitar Tembelang dan Megaluh, di kabupaten Jombang.

TANAH PERDIKAN ANJUK LADANG DAN PERAN STRATEGIS NGANJUK

Delapan tahun setelah pemindahan itu, tercatat dalam prasasti bernama Prasasti Anjuk Ladang atau Prasasti Jayastambha  (bertanggal 10 April 937 M), bahwa Mpu Sindok menetapkan sebuah wilayah bernama ANJUK LADANG sebagai TANAH PERDIKAN yaitu daerah bebas pajak sebagai bentuk penghargaan kepada masyarakatnya. Penetapan ini bukan tanpa alasan, disebutkan bahwa rakyat Anjuk Ladang telah berjasa membantu pasukan kerajaan dalam menahan serangan musuh dari Pamalayu.

Prasasti Anjuk Ladang menjadi bukti otentik keberadaan masyarakat dan peran strategis wilayah ini dalam konsolidasi kekuasaan Mpu Sindok. Dalam prasasti itu pula disebutkan pembangunan sebuah candi yang dipersembahkan kepada Sang Hyang Prasadha sebagai tanda syukur dan peringatan atas jasa para penduduk. Candi ini diyakini sebagai Candi Lor yang kini berada di Desa Candirejo, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk.

LAHIRNYA NGANJUK DAN WARISAN SEJARAHNYA

Tanggal 10 April kemudian diabadikan sebagai hari kelahiran Nganjuk (Bukan Kabupaten Nganjuk), menjadikannya salah satu daerah di Indonesia yang memiliki landasan historis kuat atas asal-usul wilayahnya. Penetapan Anjuk Ladang sebagai tanah perdikan bukan hanya simbol kekuasaan, tetapi juga penghormatan terhadap keberanian, kesetiaan, dan perjuangan rakyat kecil yang turut menentukan arah sejarah kerajaan.

Kebijakan Mpu Sindok dalam mendirikan tanah perdikan menunjukkan bagaimana ia tidak sekadar memerintah dari pusat kekuasaan, tetapi juga membangun basis sosial yang kuat dengan memberikan penghargaan nyata kepada daerah-daerah yang berjasa. Strategi ini terbukti efektif dalam menciptakan stabilitas dan loyalitas di tengah perubahan besar yang sedang berlangsung.

PENUTUP

Perjalanan Mpu Sindok dari Jawa Tengah ke Jawa Timur bukan hanya kisah perpindahan pusat pemerintahan, tetapi juga tonggak awal dari lahirnya identitas baru bagi wilayah-wilayah timur Pulau Jawa. Keberadaan tanah perdikan Anjuk Ladang menjadi saksi sejarah bahwa Nganjuk bukan sekadar wilayah administratif, melainkan bagian dari narasi besar transformasi kerajaan kuno Nusantara. Dalam semangat itu, peringatan hari jadi Nganjuk setiap 10 April bukan hanya seremoni, tetapi ajakan untuk mengenang kembali akar sejarah perjuangan yang membentuk jati diri daerah ini.

Penulis : John