Kamis, 13 November 2025

Temuan Fragmen Arca di Situs Condro Geni Nganjuk dan Upaya Merawat Ingatan Sejarah

Di tengah rimbunnya semak di lereng Gunung Wilis, Kecamatan Sawahan, Kabupaten Nganjuk, sebuah temuan kecil membuka kembali ingatan panjang masa lampau. Tiga fragmen arca batu ditemukan di kawasan Situs Condro Geni—sebuah kompleks purbakala yang selama ini dikenal menyimpan dua arca Dwarapala penjaga gerbang kuno.

Penemuan ini bermula dari kepekaan sederhana seorang juru pelihara situs, Suryanto. Saat membersihkan area di atas Dwarapala kedua, matanya menangkap bentuk batu yang tak biasa. “Saya lihat ada ukiran, terus saya timbun lagi supaya tidak rusak. Lalu saya lapor ke Pak Amin dari Disporabudpar,” kisahnya.

Laporan itu menggerakkan banyak pihak. Beberapa hari kemudian, tim dari Dinas Kepemudaan, Olahraga, Kebudayaan, dan Pariwisata (Disporabudpar) Nganjuk bersama Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) dan Komunitas Kotasejuk turun ke lapangan untuk meninjau lokasi. Kami berjalan kaki sekitar satu kilometer menyusuri jalan setapak yang licin menuju titik penemuan di ketinggian 1.114 meter di atas permukaan laut.

Di tengah suasana hening dan sejuk khas lereng Wilis, tiga fragmen arca itu terlihat sebagian tertimbun tanah. Fragmen pertama berupa badan arca Dwarapala setinggi sekitar 50 sentimeter tanpa kepala dan tangan. Fragmen kedua adalah kepala arca dengan rambut gimbal dan telinga mengenakan anting kundala. Fragmen ketiga menampilkan bagian bawah arca dengan tangan bersedekap di depan dada dan lipatan kain berhiaskan pahatan setengah lingkaran di bagian perut hingga mata kaki.

Selain itu ditemukan pula satu batu persegi yang diduga sebagai alas atau lapik arca. Seluruhnya terbuat dari batu andesit dengan pahatan sederhana. “Dari gaya pahatannya, ini bukan arca yang dibuat untuk istana, tapi untuk situs spiritual seperti pertapaan,” kata Sukadi,  Humas Kotasejuk.

Menurut Sukadi, situs Condro Geni memiliki ciri-ciri kuat sebagai karesian — tempat pertapaan atau kadewaguruan masa Hindu–Buddha. Letaknya di ketinggian, dekat sumber air, jauh dari permukiman, dan memiliki pola teras berundak tiga tingkat yang dihubungkan tangga batu.

“Di teras pertama ada Dwarapala bersenjata pedang, di teras kedua Dwarapala memegang gada, dan di teras ketiga — yang paling atas — ditemukan tiga fragmen arca ini,” ujarnya. “Struktur semacam ini khas situs-situs pertapaan di lereng Wilis.”

Bagi Kotasejuk, penemuan ini bukan sekadar temuan arkeologi. Ia adalah pengingat bahwa ruang-ruang spiritual dan ekologi di masa lalu pernah hidup di tempat yang kini kita anggap hutan biasa. Lereng Wilis menyimpan jejak kesunyian, tempat manusia belajar menyatu dengan alam, menata batin, dan memuliakan kehidupan.

Ketiga fragmen tersebut kini ditimbun kembali dengan aman untuk menghindari kerusakan dan penjarahan. Langkah konservasi sederhana dilakukan sambil menunggu tindak lanjut penelitian lanjutan. Tim Kotasejuk bersama warga dan juru pelihara akan terus memantau kondisi situs, sekaligus membersihkan jalur akses agar tidak tertutup semak.

“Ini bagian dari upaya kami merawat ingatan,” tutur Sukadi. “Setiap batu di lereng Wilis punya cerita, dan tugas kita adalah memastikan cerita itu tidak hilang.”

Dari semak yang disingkap, dari tanah yang diam, jejak masa lalu kembali berbicara. Condro Geni tak hanya menyimpan batu dan arca, tetapi juga semangat manusia Jawa kuno yang pernah mencari kesejatian di tengah alam. Sebuah pelajaran berharga bagi kita hari ini — bahwa sejarah tidak hanya untuk dikenang, tapi juga dirawat agar tetap hidup.

Penulis : John

Dokumentasi Kegiatan :