Kamis, 18 Desember 2025

Ribuan Pohon Ditanam di Kawasan Hutan Tritik Rejoso


Kotasejuk menghadiri kegiatan aksi penanaman ribuan pohon yang digelar di Kawasan Hutan Tritik Rejoso, sekitar Museum Tritik, Kabupaten Nganjuk, Selasa (16/12/2025). Kegiatan penghijauan ini digagas oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Nganjuk sebagai upaya menjaga kelestarian lingkungan.

Aksi penanaman pohon tersebut melibatkan berbagai unsur, mulai dari Forkopimda Kabupaten Nganjuk, komunitas dan pegiat lingkungan, pelajar, hingga masyarakat sekitar kawasan Tritik. Dalam kegiatan ini, tercatat sekitar 3.500 bibit pohon ditanam secara gotong royong di area hutan Tritik Rejoso.

Humas Kotasejuk, Sukadi, yang hadir sebagai pihak terundang, menilai kegiatan ini sebagai langkah konkret dalam merawat kawasan hutan yang memiliki nilai ekologis dan historis bagi Nganjuk.

“Kami memandang kegiatan ini sebagai bentuk kepedulian bersama terhadap lingkungan. Kawasan Tritik memiliki peran penting sebagai kawasan hijau, sehingga perlu dijaga dan dilestarikan secara berkelanjutan,” ujar Sukadi.

Menurutnya, pelibatan berbagai elemen masyarakat, termasuk pelajar, menjadi nilai tambah dalam kegiatan tersebut karena sekaligus berfungsi sebagai edukasi lingkungan sejak dini.

“Keterlibatan pelajar menunjukkan bahwa kesadaran menjaga alam harus ditanamkan sejak awal. Menanam pohon adalah investasi untuk masa depan,” katanya.

Kotasejuk menilai, penanaman ribuan pohon ini diharapkan dapat memperkuat tutupan lahan, menjaga keseimbangan ekosistem, serta mendukung upaya mitigasi bencana di wilayah sekitar.

Sukadi juga menekankan pentingnya komitmen bersama dalam merawat pohon yang telah ditanam agar manfaatnya dapat dirasakan dalam jangka panjang.

“Menanam harus diikuti dengan tanggung jawab merawat. Jika pohon-pohon ini tumbuh dengan baik, dampaknya akan dirasakan langsung oleh masyarakat dan lingkungan sekitar,” jelasnya.

Melalui kegiatan ini, Kotasejuk berharap sinergi lintas elemen dalam menjaga lingkungan dapat terus terjalin dan menjadi contoh bagi upaya pelestarian alam di wilayah lain.

---

Penulis : John

Dokumentasi 

Kotasejuk Terima Sertifikat Penghargaan dari Badan Geologi Kementerian ESDM

Kotasejuk menerima Sertifikat Penghargaan dari Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) atas partisipasi aktif dan dedikasi dalam penemuan serta ekskavasi fosil kerangka gajah purba Stegodon trigonocephalus di kawasan Tritik, Kabupaten Nganjuk.

Penghargaan tersebut diterima langsung oleh Humas Kotasejuk, Sukadi, bersama Ketua Kotasejuk, Amin Fuadi, pada saat peresmian Museum Prasejarah Tritik, yang digelar Kamis, 18 Desember 2025.

Sertifikat penghargaan ini secara resmi diterbitkan oleh Museum Geologi Bandung dan ditandatangani oleh Kepala Museum Geologi, Raden Isnu Hajar Sulistyawan, tertanggal 10 Desember 2025.

Dalam sertifikat tersebut, Kotasejuk dinilai telah menunjukkan semangat kolaborasi dan kepedulian tinggi dalam upaya pelestarian warisan alam dan sejarah, serta memberikan kontribusi signifikan terhadap penemuan ilmiah penting di wilayah Tritik.

Ketua Kotasejuk, Amin Fuadi, menyampaikan bahwa penghargaan ini menjadi penguatan moral bagi komunitas untuk terus terlibat aktif dalam penyelamatan dan pelestarian benda-benda bersejarah, khususnya di Kabupaten Nganjuk.

“Penghargaan ini bukan tujuan akhir, tetapi pengingat bahwa kerja kolaboratif antara masyarakat, komunitas, dan lembaga resmi sangat penting dalam menjaga warisan sejarah,” ujarnya.

Kotasejuk menegaskan komitmennya untuk terus berperan sebagai penghubung antara masyarakat, peneliti, dan pemerintah dalam upaya pelestarian situs dan temuan bersejarah di daerah.


Penulis : John


Dokumentasi 


Penyelamatan Bak Batu Kuno di Kawasan Museum Prasejarah Tritik

Kotasejuk terlibat langsung dalam proses penyelamatan sebuah bak batu kuno yang ditemukan di kawasan hutan Tritik, Kabupaten Nganjuk. Benda batu berukuran besar tersebut berada di dasar jurang sungai, tepat di depan kawasan Museum Prasejarah Tritik, dengan kondisi medan yang curam dan sulit dijangkau.

Temuan ini pertama kali diketahui oleh warga setempat saat mencari bambu di kawasan hutan. Menindaklanjuti laporan tersebut, Kotasejuk bersama warga melakukan peninjauan lokasi dan berkoordinasi dengan pihak terkait untuk mengamankan temuan agar tidak rusak atau hilang.

Proses evakuasi berlangsung dengan keterbatasan peralatan. Di lokasi, tim tidak memiliki tali pengaman yang memadai untuk mengangkat bak batu yang memiliki bobot besar. Dalam kondisi tersebut, akar-akar pohon di sekitar lokasi dimanfaatkan sebagai pengikat, sementara batang bambu digunakan sebagai alas untuk memudahkan penarikan dari dasar jurang dan mengurangi gesekan di tanah yang curam.

Pengangkatan bak batu membutuhkan banyak tenaga. Kotasejuk dibantu warga sekitar serta tim dari Museum Geologi Bandung yang kebetulan sedang melakukan peninjauan kesiapan Museum Prasejarah Tritik yang akan diresmikan dalam beberapa hari ke depan. Proses dilakukan secara bertahap dan hati-hati untuk menjaga kondisi benda temuan dan keselamatan semua pihak.

Setelah berhasil diangkat dari dasar jurang, bak batu diangkut keluar kawasan hutan menggunakan gerobak sederhana. Kendala kembali muncul ketika ban gerobak kempes, sehingga bak batu harus ditarik bersama-sama melewati jalur hutan yang tidak rata hingga akhirnya berhasil diamankan.

Berdasarkan hasil identifikasi sementara, bak batu tersebut merupakan peralatan kehidupan sehari-hari masyarakat masa lalu yang digunakan secara komunal. Temuan ini berada dalam satu konteks dengan temuan lain di kawasan Tritik, seperti lumpang batu, pipisan, fragmen gerabah, dan uang kepeng. Seluruh temuan tersebut mengindikasikan adanya hunian kuno yang digunakan dalam jangka waktu panjang, pada masa peralihan antara prasejarah dan era klasik.

Seluruh benda temuan rencananya akan dijadikan koleksi Museum Prasejarah Tritik dan ditampilkan sebagai satu kesatuan narasi tentang kehidupan manusia masa lalu di wilayah Nganjuk.

Bagi Kotasejuk, keterlibatan dalam proses penyelamatan ini merupakan bagian dari komitmen untuk ikut menjaga dan mengedukasi publik tentang pentingnya pelestarian benda cagar budaya. Penyelamatan tinggalan sejarah membutuhkan kepedulian bersama agar warisan masa lalu tetap terjaga dan dapat dipelajari oleh generasi mendatang.

---

Penulis: John

Dokumentasi Kegiatan 

Museum Tritik Diresmikan, Kotasejuk Tekankan Peran Komunitas dalam Pelestarian

Bagi Komunitas Pecinta Sejarah & Ekologi Nganjuk (Kotasejuk), peresmian Museum Site Tritik pada Kamis (18/12/2025) bukan sekadar pembukaan sebuah bangunan, tetapi penegasan bahwa kerja kolaboratif antara masyarakat dan negara mampu menghadirkan perlindungan nyata bagi warisan alam dan sejarah.

Sejak awal keterlibatan di kawasan Tritik, Kotasejuk melihat wilayah ini bukan hanya sebagai ruang temuan fosil, melainkan sebagai lanskap pengetahuan yang harus dijaga bersama. Proses penemuan hingga ekskavasi fosil kerangka gajah purba Stegodon trigonocephalus menjadi pengalaman penting yang memperlihatkan bahwa partisipasi komunitas memiliki peran strategis dalam mendukung penelitian ilmiah dan upaya konservasi.

Penghargaan yang diberikan oleh Badan Geologi Kementerian ESDM dipandang Kotasejuk sebagai pengakuan atas semangat gotong royong dan kepedulian masyarakat terhadap pelestarian tinggalan geologi dan prasejarah. Namun lebih dari itu, penghargaan tersebut menjadi pengingat bahwa tanggung jawab menjaga situs Tritik tidak berhenti pada penemuan, melainkan berlanjut pada upaya edukasi dan perlindungan jangka panjang.

Kehadiran Museum Site Tritik membuka ruang baru bagi masyarakat, khususnya generasi muda, untuk belajar langsung dari sumbernya. Narasi geologi dan prasejarah yang tersaji di dalam museum diharapkan mampu menumbuhkan kesadaran bahwa kekayaan alam dan sejarah bukan untuk dieksploitasi, melainkan dipahami dan dilestarikan.

Kotasejuk memandang museum ini sebagai titik awal penguatan kesadaran kolektif. Sinergi antara komunitas, pemerintah daerah, pemerintah pusat, akademisi, dan media menjadi kunci agar Tritik tidak hanya dikenal sebagai lokasi temuan fosil, tetapi juga sebagai pusat edukasi, konservasi, dan inspirasi bagi pelestarian warisan alam dan sejarah di Nganjuk.


Penulis : John


Dokumentasi Kegiatan 


Rabu, 10 Desember 2025

Kotasejuk Soroti Potensi dan Tantangan Desa Tritik Menuju Desa Wisata

Desa Tritik, Kecamatan Rejoso, tengah berada di titik awal transformasi menjadi desa wisata. Dalam dua kegiatan pembinaan Pokdarwis yang digelar di desa ini, penekanan dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Porabudpar) adalah bagaimana memaksimalkan potensi lokal agar desa Tritik mampu berkembang sebagai destinasi wisata unggulan.

Kotasejuk, melalui Amin Fuadi, menyoroti potensi unik yang dimiliki Tritik. Menurutnya, wilayah ini memiliki karakteristik dan kekayaan yang tidak dimiliki daerah lain, sehingga sangat memungkinkan untuk dikembangkan menjadi destinasi wisata yang khas dan berkelanjutan. “Yang dibutuhkan sekarang adalah kesadaran dan kolaborasi seluruh komponen masyarakat Tritik untuk memanfaatkan potensi ini,” kata Amin. Ia juga menekankan pentingnya keberadaan Museum Prasejarah Tritik yang hampir rampung sebagai titik balik pengembangan desa wisata. Museum ini diharapkan menjadi pusat edukasi dan daya tarik bagi wisatawan, sekaligus simbol komitmen masyarakat Tritik terhadap pelestarian sejarah dan budaya lokal.

Dalam kegiatan tersebut, dua narasumber lain, yakni Adi Hasto dari Pengurus Pokdarwis Provinsi dan ASIDEWI (Asosiasi Desa Wisata) Jawa Timur, memberikan panduan teknis mengenai reorganisasi Pokdarwis desa serta strategi pengelolaan destinasi wisata agar berjalan efektif dan berkelanjutan.

Namun, Kotasejuk juga menyoroti tantangan yang ada. Partisipasi masyarakat, khususnya kaum muda, masih rendah. Informasi dari warga setempat menunjukkan bahwa kepemimpinan desa belum menjadi contoh inspiratif bagi masyarakat. Kepala desa dinilai belum memprioritaskan pembangunan museum, sementara sekretaris desa, meski berstatus sarjana muda, belum optimal menjalankan tupoksinya. Laporan desa yang belum dikerjakan sebanyak sembilan kasus menjadi bukti rendahnya manajemen administratif desa. Kondisi ini berdampak pada minimnya partisipasi warga dalam pengembangan desa wisata.

Kotasejuk menegaskan bahwa keberhasilan Tritik sebagai desa wisata tidak hanya bergantung pada potensi alam dan budaya, tetapi juga pada kepemimpinan desa dan keterlibatan aktif masyarakat. “Potensi ada, dukungan juga tersedia dari pihak luar, tetapi tanpa partisipasi warga dan kepemimpinan yang jelas, pengembangan desa wisata akan sulit tercapai,” tutup Amin Fuadi.

Dengan arahan teknis dari dinas dan asosiasi, serta dorongan dari komunitas seperti Kotasejuk, desa Tritik memiliki peluang untuk menjadi contoh desa wisata yang unik dan berkelanjutan di Jawa Timur, asal seluruh elemen bersinergi dan bergerak bersama.

Penulis : John

Dokumentasi :

Senin, 08 Desember 2025

Penelusuran di Hutan Penjalin Tritik



Tim Kotasejuk kembali melakukan penelusuran lapangan di kawasan Hutan Tritik dan Alas Penjalin, Kecamatan Rejoso, Nganjuk. Dalam kegiatan eksplorasi kali ini, Ketua Kotasejuk Amin Fuadi menyampaikan bahwa tim menemukan sejumlah indikasi arkeologis penting mulai dari serpihan fosil, gerabah berusia tua, artefak batu, hingga dugaan perusakan situs sejarah.

Amin mengungkapkan bahwa lokasi pertama yang ditelusuri ialah kawasan Hutan Tritik. “Kita menemukan beberapa serpihan fosil, meskipun area kehidupannya sudah rusak. Di sisi lain, kami juga menemukan gerabah-gerabah yang relatif tipis, dan kami perkirakan itu masa sebelum Majapahit,” jelasnya.

Ia menegaskan bahwa hubungan antara serpihan fosil dan sebaran gerabah tipis tersebut masih memerlukan kajian lanjutan, baik dari sisi kronologi maupun konteks budaya.

Lokasi kedua berada di wilayah Alas Penjalin, tepatnya pada titik sebaran batu kalsedon. Di sana, tim Kotasejuk kembali menemukan hal menarik. “Beberapa batu kalsedon belum terbentuk sempurna. Tetapi kami juga menemukan beberapa artefak—kami menyebutnya artefak karena bekas-bekas sentuhan tangan manusianya sangat jelas,” tutur Amin.

Temuan tersebut mengarah pada dugaan bahwa kawasan Alas Penjalin pernah menjadi area aktivitas manusia prasejarah, mengingat kalsedon merupakan material umum dalam pembuatan perkakas batu.

Pada titik ketiga, masih di lingkungan Alas Penjalin, Kotasejuk menemukan kondisi yang mengkhawatirkan. “Ada perusakan situs, dan ini cenderung penjarahan. Bekas makam digali, bangunannya dirobohkan. Kami melihat ada empat umpak yang menunjukkan dulu ada bangunan cungkupnya,” terang Amin.

Ia menambahkan bahwa kawasan tersebut dahulu ditandai menggunakan pal sebagai wilayah yang dilindungi, menyerupai penanda cagar budaya. Namun kini kondisi makamnya porak-poranda, menyisakan dua lubang galian yang belum jelas apakah jenazahnya dipindahkan atau dijarah.

“Ini makam siapa, kita belum tahu. Tapi jelas ada dua lubang. Ini sangat memprihatinkan,” tambahnya.

Selain itu, tim menemukan sebuah batuan kalsedon berukuran besar berada tidak jauh dari lokasi.

Menanggapi pertanyaan mengenai bentuk artefak batu yang ditemukan, Pak Amin menjelaskan, “Ada batu asah, lalu ada batu berbentuk segitiga—masih dugaan, apakah itu bagian dari kapak yang dipasangi kayu, biasanya dipakai mencacah. Ada juga kemungkinan anak panah. Semua ini masih perlu identifikasi detail.”

Temuan tersebut menguatkan dugaan bahwa kawasan Penjalin dan sekitarnya menyimpan jejak aktivitas manusia purba hingga tradisi awal masyarakat lokal.

Amin Fuadi menegaskan bahwa semua temuan baik fosil, gerabah, artefak batu, maupun dugaan perusakan situs akan dikompilasi untuk kebutuhan laporan dan pengkajian lebih mendalam bersama pihak terkait.

Kotasejuk berharap wilayah Tritik dan Alas Penjalin mendapat perhatian lebih serius, baik dari pemerintah daerah maupun lembaga pelestarian cagar budaya, agar tidak ada lagi situs bersejarah yang rusak atau hilang akibat aktivitas tidak bertanggung jawab.

penulis : John

Dokumentasi Kegiatan

Jumat, 28 November 2025

Kotasejuk dan Perhutani Sinkronkan Langkah Penyelamatan Hutan dan Pelestarian Cagar Budaya

Nganjuk, Jumat (28/11/2025)  Kotasejuk melakukan kunjungan resmi ke kantor Perhutani sebagai upaya memperkuat sinergi antar-lembaga dalam pelestarian hutan serta potensi sejarah dan cagar budaya yang berada di dalam kawasan hutan.

Rombongan Kotasejuk dipimpin oleh Amin Fuadi, Ketua Kotasejuk sekaligus Kabid Kebudayaan Disporabudoar Nganjuk, didampingi oleh Suswanto, Johnarief, dan Danu.

Dalam sesi wawancara, Amin Fuadi menjelaskan bahwa pertemuan ini memiliki tujuan penting untuk menyatukan arah dan langkah antara pihak dinas, Perhutani, dan komunitas.

“Maksud pertemuan hari ini untuk menyinkronkan keinginan dinas, Perhutani, dan komunitas terhadap penyelamatan hutan secara umum serta seluruh potensi sejarah dan cagar budaya di dalamnya,” ujar Amin.

Ia menegaskan bahwa masing-masing pihak memiliki pendekatan berbeda dalam mencapai tujuan pelestarian, sehingga diperlukan saling menghormati peran dan mekanisme kerja antar-lembaga.

“Tujuannya mempertegas bahwa setiap pihak punya cara yang berbeda untuk mencapai penyelamatan hutan dan segenap potensinya, sehingga harus ada saling menghormati,” tambahnya.

Amin juga menyampaikan harapan agar koordinasi lintas lembaga dapat terus terjaga, terutama dalam setiap program ataupun kegiatan yang bersinggungan langsung dengan kawasan hutan dan situs budaya.

“Harapannya selalu ada sinkronisasi dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing lembaga, sehingga tujuan besarnya tetap tercapai,” tutupnya.

Kunjungan ini menjadi langkah awal memperkuat kolaborasi agar upaya konservasi hutan sekaligus pelestarian sejarah dapat berjalan lebih terarah, terpadu, dan berkelanjutan.


penulis : John

Kamis, 27 November 2025

Kotasejuk Hadiri Sarasehan Hari Menanam Indonesia Bersama KPH Malang


Dalam rangka menyambut Hari Menanam Indonesia 28 November 2025, Kotasejuk mendapat kehormatan untuk hadir dalam kegiatan yang digelar oleh KPH Malang di kawasan Gunung Pitrang, kaki Gunung Kawi, Rabu sore, 26 November 2025.

Kegiatan bertajuk "Cangkrukan Setengah Nol: Menanam Tanpa Mengharap Kembali" ini dikemas dalam bentuk sarasehan atau talk show yang mempertemukan berbagai komunitas ekologi, pegiat lingkungan, dan tokoh-tokoh yang memiliki integritas tinggi dalam isu keberlanjutan.

Dalam forum tersebut, Kotasejuk turut menjadi narasumber melalui kehadiran Kristomo, Penasehat Kotasejuk, yang membagikan pandangan mengenai pentingnya kesadaran ekologis, gerakan menanam yang berkelanjutan, serta filosofi “memberi kembali pada bumi tanpa hitung-hitungan”.


Gerakan Menanam Bersama

Sebagai bentuk nyata kepedulian lingkungan, Kotasejuk membawa sejumlah bibit pohon untuk ditanam di kawasan hutan Desa Balesari, yaitu:

  • Kemenyan Putih

  • Pule

  • Beringin

Ketiga jenis pohon tersebut dipilih karena memiliki nilai ekologis, daya adaptasi tinggi, dan berperan penting dalam meningkatkan kualitas tutupan vegetasi di kawasan lereng Kawi–Pitrang.


Kehadiran Anggota Kotasejuk

Dalam kegiatan ini, Kotasejuk hadir dengan beberapa perwakilan komunitas, antara lain:

  • Amin Fuadi

  • Suswanto

  • Johnarief

  • Saiful Kohar

  • Danu

Mereka ikut serta dalam sarasehan, diskusi lapangan, hingga aksi menanam bibit di lokasi yang telah disiapkan oleh pihak KPH Malang.


Merawat Bumi, Merawat Masa Depan

Melalui partisipasi dalam kegiatan ini, Kotasejuk kembali menegaskan komitmennya untuk mendorong gerakan penghijauan berbasis komunitas, memperkuat kolaborasi dengan berbagai pihak, dan menjaga kesinambungan ekosistem di kawasan Malang Raya dan sekitarnya.

Kotasejuk percaya bahwa menanam adalah investasi jangka panjang—bukan hanya bagi alam, tetapi bagi generasi yang akan datang.


Penulis : John

Fotografer : Saiful Kohar

Dokumentasi Kegiatan :