Kamis, 25 September 2025

Penemuan Awal Dugaan Limbah B3 di Kecamatan Jatikalen

Penemuan Awal Dugaan Limbah B3 di Kecamatan Jatikalen

Pada hari Minggu, 21 September 2025, tim Kotasejuk bersama Dinas Pemuda, Olahraga, Pariwisata dan Kebudayaan (Porabudpar) Nganjuk melaksanakan kegiatan verifikasi laporan temuan fosil kerang di Dusun Lengkong Geneng, Desa Pule, Kecamatan Jatikalen. Namun, dalam perjalanan menuju lokasi tersebut, tim mendapati adanya indikasi kuat praktik dumping limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) di wilayah yang dilalui.

Ketua Kotasejuk, Amin Fuadi, menjelaskan bahwa tim mencium bau menyengat saat melewati jalan menuju lokasi. Sumber bau berasal dari tumpukan karung (goni) yang ditaruh di tepi jalan. “Awalnya kami mencium bau tidak enak, lalu kami berhenti dan melihat karung-karung itu. Setelah diamati, kami menduga kuat bahwa itu adalah limbah B3,” tutur Amin.

Usai menyelesaikan kegiatan verifikasi fosil kerang, tim Kotasejuk kembali melintasi lokasi dan mengamati lebih detail. Dugaan limbah B3 semakin menguat, meski saat itu Kotasejuk masih fokus pada kegiatan utama sehingga belum sempat melaporkan secara resmi. Informasi kemudian diteruskan kepada pegiat lingkungan Arif Rahman (Go Green Dhadung Dharmasila), yang selanjutnya melakukan penelusuran lebih lanjut. Arif menemukan adanya titik-titik pembuangan limbah serupa di berbagai lokasi lain.

Menurut Amin, dugaan sementara limbah tersebut berasal dari sebuah perusahaan yang memanfaatkan pihak ketiga untuk membuang limbah secara ilegal dengan cara dipecah ke berbagai titik pembuangan. “Kalau tidak segera ditindak tegas, tahun depan atau berikutnya bisa terulang lagi,” tegas Amin.

Dua hari setelahnya , Selasa 23 September 2025, Wakil Bupati Nganjuk, Trihandy Cahyo Saputro, yang sedang mendampingi tim Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Badan Geologi Bandung dalam agenda verifikasi fosil, kebetulan melewati lokasi. Ia langsung meninjau tumpukan karung tersebut dan memastikan bahwa material tersebut patut diduga sebagai limbah berbahaya.

Bahkan, Wakil Bupati menemukan ada warga yang sempat mengambil beberapa karung karena disangka pupuk. “Ini berbahaya, jangan sampai ada yang salah mengira. Tadi warga sudah diminta mengembalikan karung itu,” jelas Amin menirukan perintah Trihandy.

Sebagai langkah awal, Wakil Bupati memerintahkan agar lokasi diberi garis pembatas dan papan peringatan, serta dilakukan koordinasi dengan Perhutani KPH Jombang mengingat lokasi berada di kawasan hutan.

Kotasejuk berharap Pemerintah Kabupaten Nganjuk bersama pihak berwenang dapat menelusuri secara serius siapa pihak yang bertanggung jawab atas pembuangan limbah ini. “Perkiraan ada 5 hingga 7 titik pembuangan. Ini jangan dibiarkan. Yang paling dirugikan adalah masyarakat Nganjuk,” tegas Amin.

Kasus dugaan dumping limbah B3 ini menjadi perhatian besar Kotasejuk sebagai komunitas yang peduli terhadap sejarah dan ekologi Nganjuk. Temuan ini diharapkan dapat ditindaklanjuti secara cepat dan tegas agar tidak menimbulkan dampak kesehatan maupun kerusakan lingkungan lebih lanjut.

Penulis : John.

Foto Kegiatan

Minggu, 21 September 2025

Penelusuran Fosil Laut di Dusun Lengkong Geneng: Jejak Dasar Laut Purba di Nganjuk

Penelusuran Fosil Laut di Dusun Lengkong Geneng: Jejak Dasar Laut Purba di Nganjuk

Komunitas pecinta sejarah dan ekologi Nganjuk, Kotasejuk, kembali melakukan penelusuran lapangan atas laporan warga terkait temuan fosil di Dusun Lengkong Geneng, Desa Pule, Kecamatan Jatikalen, Kabupaten Nganjuk. Fosil yang disebut warga sebagai batu curing ternyata merupakan fosil kerang laut berusia jutaan tahun.
Perjalanan menuju lokasi dilakukan dengan menyusuri jalan desa sempit di tengah hutan yang hanya bisa dilalui satu mobil. Setelah memarkir kendaraan di halaman rumah warga, tim berjalan kaki melewati sebuah jembatan. Tepat setelah melewati jembatan tersebut, serpihan-serpihan fosil kerang langsung terlihat berserakan di tanah.
Penelusuran kemudian berlanjut ke pekarangan rumah warga. Di sana terlihat jelas gumpalan fosil kerang yang digunakan sebagai umpak tiang rumah maupun material penahan tanah. Bongkahan fosil juga banyak ditemukan di pekarangan lain, menandakan bahwa masyarakat setempat sudah lama memanfaatkan fosil tanpa menyadari nilai ilmiahnya.

Menapaki jalan menanjak dengan tebing setinggi sekitar dua meter di kanan-kiri, tim mendapati lapisan tanah yang sarat dengan fosil kerang. Pemandangan ini memperlihatkan dengan gamblang bagaimana wilayah ini dahulu merupakan dasar laut yang kemudian terangkat ke permukaan.
Ketua Kotasejuk, Amin Fuadi, yang juga Kepala Bidang Kebudayaan Disporabudpar Nganjuk, menjelaskan bahwa temuan ini sangat penting dari sisi geologi maupun sejarah alam.

“Populasi fosil kerang di Dusun Lengkong Geneng sangat melimpah. Dari beberapa titik verifikasi, terlihat jelas adanya proses pengangkatan tanah. Dahulu kerang-kerang ini hidup di dasar laut, dan kini posisinya masih terkumpul meski sudah terangkat ke permukaan,” ujarnya.

Lebih jauh, stratifikasi tanah di lokasi ini menunjukkan lapisan-lapisan geologi penting, mulai dari Notopuro, Grinsberg, hingga Kabuh. Temuan ini sekaligus menjadi bukti kuat bahwa jutaan tahun lalu, Pulau Jawa merupakan lautan. Selain fosil kerang, tim juga menemukan fosil tulang yang diperkirakan berasal dari keluarga Bovidae, kemungkinan kerbau atau kuda, meski masih memerlukan penelitian lebih lanjut.

Jenis fosil kerang yang teridentifikasi pun cukup beragam, antara lain remis, kima berukuran besar, siput laut memanjang, hingga kerang mutiara. Sebarannya meliputi hampir seluruh wilayah dusun, bahkan hingga ke perbatasan hutan.

Kotasejuk menilai, penemuan ini bukan hanya memperkaya wawasan tentang sejarah geologi Nganjuk, tetapi juga menjadi pengingat akan pentingnya pelestarian warisan alam. Diharapkan, penelitian lanjutan oleh Badan Geologi dapat mengungkap lebih banyak informasi tentang kekayaan masa lalu yang tersimpan di balik lapisan tanah Nganjuk.

Penulis: John

Foto Kegiatan

Sabtu, 06 September 2025

Ekspedisi Penelusuran Situs Kresek, Lereng Wilis – Nganjuk

Ekspedisi Penelusuran Situs Kresek, Lereng Wilis – Nganjuk

Kotasejuk sebagai komunitas pemerhati sejarah dan ekologi di Nganjuk kembali melakukan kajian lapangan dalam rangka penyelamatan dan dokumentasi warisan budaya. Kali ini, fokus penelitian diarahkan pada Situs Kresek di Desa Bajulan, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk. Lokasi situs berada di lereng Pegunungan Wilis pada ketinggian sekitar 900 meter di atas permukaan laut (mdpl).

Ekspedisi ini dilaksanakan oleh tim Kotasejuk yang terdiri dari Johnarief, Aris Trio Efendi, Amin Fuadi, dan Sukadi, dengan dukungan dari juru pelihara situs, Alex Sutarno, serta partisipasi aktif masyarakat setempat.

Situs Kresek memiliki luas kurang lebih 60 meter persegi, dengan struktur menyerupai punden berundak yang tersusun dari potongan batu andesit. Sebagian besar talud saat ini tertimbun tanah, diduga akibat proses longsor yang terjadi di masa lalu.

Pada bagian sisi timur selatan, ditemukan 25 anak tangga batu yang curam menuju puncak bukit. Bagian puncak yang diperkirakan menjadi lokasi candi utama kini tertutup oleh semak belukar dan belum tergali secara menyeluruh.

Di area sekitar puncak, tim mendapati sebaran potongan batu candi dengan ragam ornamen, antara lain ukiran bermotif sulur, geometris, profil, dan antefik. Potongan-potongan tersebut dikumpulkan dan disusun sementara di salah satu sudut situs agar lebih mudah diamati.

Penemuan penting lainnya adalah fragmen arca setengah badan, yang ditemukan oleh juru pelihara situs pada Senin, 1 September 2025, sekitar 100 meter dari kumpulan batu candi. Berdasarkan pengamatan, arca tersebut kemungkinan berasal dari masa yang sama dengan struktur utama situs.

Kajian lapangan yang dilakukan Kotasejuk turut diverifikasi langsung oleh Amin Fuadi, Kepala Bidang Kebudayaan Disporabudpar Kabupaten Nganjuk sekaligus Ketua Kotasejuk. Dalam penjelasannya, sosok arca belum dapat dipastikan karena bagian bawahnya hilang. Dugaan sementara, fragmen ini dapat berkaitan dengan arca Dewi Durga dalam wujud Parwati, meskipun identifikasi lebih lanjut masih diperlukan melalui kajian arkeologis.

Penuturan warga dan juru pelihara memperkuat dugaan bahwa pada masa lampau di Situs Kresek berdiri sebuah candi berukuran besar dengan banyak arca. Namun, sejak dekade 1990-an, terjadi perusakan signifikan, di mana sebagian arca diduga dicuri atau dirusak untuk tujuan perdagangan ilegal.

Situs Kresek sendiri diperkirakan menjadi bagian dari rangkaian tempat peribadatan di lereng Wilis yang berjajar hingga ke Candi Sekartaji. Hal ini menunjukkan adanya pola pemukiman dan aktivitas keagamaan yang terstruktur di kawasan tersebut.

Untuk sementara, fragmen arca yang ditemukan diamankan di lokasi. Pemindahan ke museum menghadapi kendala teknis karena medan menuju situs cukup terjal dan sulit dilalui kendaraan. Rencana konservasi atau restorasi baru akan dilakukan apabila ditemukan potongan lain yang dapat menyatu dengan fragmen yang ada.

Kotasejuk menekankan pentingnya penyelamatan sisa-sisa peninggalan di Situs Kresek sebagai bagian dari warisan sejarah dan budaya Nganjuk. Upaya ini bukan hanya sekadar menjaga benda arkeologis, tetapi juga merekonstruksi jejak peradaban masa lalu yang menjadi identitas kolektif masyarakat.

Kajian akademis yang dilakukan Kotasejuk di Situs Kresek menegaskan bahwa kawasan ini menyimpan potensi arkeologis besar, namun menghadapi ancaman kerusakan dan kehilangan akibat perusakan di masa lalu serta kondisi alam. Temuan fragmen arca setengah badan menambah daftar bukti arkeologis yang memperkuat dugaan adanya kompleks candi besar di lereng Wilis.

Kotasejuk bersama masyarakat, juru pelihara, dan pemerintah daerah berkomitmen untuk terus mengawal upaya pelestarian Situs Kresek. Ke depan, diperlukan riset lanjutan secara multidisipliner agar warisan sejarah ini dapat terungkap dan diselamatkan untuk generasi mendatang.

Foto Kegiatan 
Penulis : John 

Upaya Kotasejuk Selamatkan Jembatan Lama Kertosono Mendapat Respon DPR RI

Upaya Kotasejuk Selamatkan Jembatan Lama Kertosono Mendapat Respon DPR RI

Upaya Kotasejuk bersama Aliansi Masyarakat Peduli Obyek Diduga Cagar Budaya (ODCB) dalam menyelamatkan Jembatan Lama Kertosono (JLK) akhirnya mendapat tanggapan dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).

"Melalui surat resmi bernomor B/0592/PT.06/08/2025, tertanggal 27 Agustus 2025, Sekretariat Jenderal DPR RI menyampaikan bahwa aspirasi masyarakat terkait permohonan Rapat Dengar Pendapat (RDP) mengenai status dan pelestarian JLK telah diterima," kata Prayogo Laksono, kuasa hukum Kotasejuk yang menerima surat balasan tersebut.

Prayogo manambahkan surat balasan tersebut menyebutkan bahwa sesuai arahan Ketua DPR RI, Dr. (H.C.) Puan Maharani, tindak lanjut akan dilaksanakan oleh Komisi V DPR RI yang membidangi infrastruktur, perhubungan, dan pekerjaan umum.

Dalam surat balasan yang ditandatangani oleh Drs. Mohammad Díazuli, M.Si. selaku Kepala Biro Kesekretariatan Pimpinan DPR RI, juga ditegaskan bahwa aspirasi masyarakat menjadi perhatian serius dan masuk dalam agenda resmi DPR RI.
Kotasejuk bersama aliansi sebelumnya telah mengirimkan surat dengan nomor 01/ALIANSI/2025 pada 4 Agustus 2025 lalu. Surat tersebut berisi permohonan agar DPR RI memfasilitasi RDP mengenai rencana pembongkaran Jembatan Lama Kertosono yang memiliki nilai sejarah penting.

Jembatan yang dibangun pada tahun 1921 ini bukan hanya sarana penghubung, tetapi juga saksi sejarah perjuangan bangsa. Pada masa perang kemerdekaan, JLK berperan penting sebagai jalur logistik dan strategi pertahanan. Saat ini kondisinya memang mengalami kerusakan, namun masih menyimpan nilai sejarah dan budaya yang layak dilestarikan sebagai cagar budaya.

Ketua Kotasejuk Amin Fuadi menegaskan bahwa respon dari DPR RI ini menjadi angin segar dalam perjuangan menyelamatkan JLK dari rencana pembongkaran. Kotasejuk berharap agar Komisi V DPR RI segera menindaklanjuti dengan RDP, melibatkan berbagai pihak terkait, termasuk Balai Pelestarian Kebudayaan, pemerintah daerah, serta komunitas masyarakat setempat.

“Ini bukan hanya soal jembatan, tetapi soal identitas sejarah dan warisan budaya kita. Jika JLK hilang, kita kehilangan bagian penting dari jejak peradaban Nganjuk dan Kertosono,” ungkapnya.

Kotasejuk bersama masyarakat akan terus mengawal proses ini, sembari mengajak semua pihak untuk ikut menjaga, melestarikan, dan menghargai warisan sejarah bangsa.

Penulis : John.