Kamis, 31 Juli 2025

KOTASEJUK Pasang Banner Penolakan Pembongkaran Jembatan Lama Kertosono

Komunitas pecinta sejarah dan ekologi Nganjuk (KOTASEJUK) melakukan aksi simbolik dengan memasang banner penolakan terhadap pembongkaran atau bentuk kegiatan apapun yang berpotensi menghilangkan konteks sejarah Jembatan Lama Kertosono, Kamis (30/7/2025).

Banner tersebut dipasang di sisi jembatan sebagai bentuk peringatan sekaligus seruan publik agar Jembatan Lama Kertosono tetap dipertahankan sebagai obyek diduga cagar budaya (ODCB). Dalam spanduk itu, KOTASEJUK menegaskan bahwa jembatan tersebut memiliki nilai sejarah penting dan tidak seharusnya dirusak atau dihilangkan tanpa kajian mendalam dari pihak berwenang.

“Jembatan ini bukan sekadar penghubung jalan meskipun kondisinya tidak layak secara fungsi , bangunan tua ini saksi bisu perjalanan sejarah bangsa, termasuk masa perjuangan kemerdekaan. Kami menolak keras jika jembatan ini dibongkar atau diubah sehingga kehilangan nilai sejarahnya,” ujar Sukadi salah satu anggota KOTASEJUK. 

KOTASEJUK mengingatkan bahwa obyek diduga cagar budaya dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, yang menyatakan bahwa setiap tindakan yang dapat merusak atau menghilangkan nilai penting cagar budaya harus mendapatkan izin dan melalui kajian pelestarian terlebih dahulu.

Komunitas ini juga menyatakan mendukung pembangunan jembatan baru sebagai solusi akses transportasi bagi masyarakat, selama tidak merusak atau menghapus eksistensi jembatan lama sebagai bagian dari warisan sejarah yang perlu dijaga.

Langkah ini diambil sebagai bagian dari komitmen KOTASEJUK dalam menjaga warisan sejarah lokal dan mendorong pemerintah serta masyarakat agar lebih peduli terhadap pelestarian obyek-obyek bersejarah di wilayah Nganjuk, khususnya Kertosono.

penulis : John

Jembatan Lama Kertosono Saksi Sejarah Pejuang Nganjuk Melawan Belanda


JEMBATAN lama Kertosono yang menghubungkan antara Kabupaten Nganjuk dengan Jombang, kini kondisinya sudah rusak total. Sehingga jembatan yang dibangun di atas Sungai Brantas ini sudah tidak dapat dilalui oleh kendaraan jenis apapun. Apalagi oleh warga, jembatan ditutup total pada bagian kedua ujungnya. Kendati rusak parah, jembatan yang dibangun pada tahun  1921 hingga 1924 ini memiliki nilai sejarah sebagai bukti perjuangan di Nganjuk melawan tentara Belanda.

Menurut Mu’anam, (65) warga setempat, jembatan lama Kertosono merupakan bangunan Belanda. Jembatan ini dulunya merupakan akses jalan-jalan satu-satunya sebagai perlintasan dari Surabaya menuju Madiun dan sekitarnya. Tampak pada sisa-sisa bangunan yang berbahan besi baja dengan pondasi batu menunjukkan bangunan jembatan sangat kokoh.

“Dulu, sebelum ada jembatan yang baru ini, semua kendaraan lewat jembatan lama itu. Tapi sekarang sudah ditidak dapat dilewati, karena oleh warga ditutup total,”kata pengusaha krupuk itu.

Mu’anam juga membenarkan bahwa jembatan lama Kertossono merupakan bukti sejarah perjuangan melawan tentara Belanda. Karena, di dekat jembatan juga sebagai markas Belanda, sehingga para pejuang sering menyerang markas yang sekarang menjadi bangunan sekolah.

“Orang sini sudah banyak yang tahu, kalau dulu digunakan tempat pertempuran melawan Belanda di jembatan lama,” tegasnya.

Panjang bangunan jembatan ini diperkirakan 400 meter dengan lebar 6 meter ditambah pada sisi kanan dan kirinya, masing-masing 1 meter. Pada kedua sisi jembatan ini, merupakan jalan diperuntukkan khusus bagi pejalan kaki.

Hanya beberapa tahun lalu, ada beberapa tukang las (welder) mengenakan seragam kerja lengkap. Mereka mengambil beberapa besi penyangga. Anehnya, tidak satupun warga sekitar jembatan yang curiga. Warga mengira, mereka sebagai pekerja yang sengaja ingin memperbaiki jembatan yang sudah mulai rusak. Namun setelah berhasil membawa pergi beberapa besi pemnyangga, kondisi jembatan bertambah rusak parah. Bagian pondasi menjadi miring dan beberapa bagioan jembatan juga bertambah parah.

“Terus, oleh warga ditutup agar tidak dilewati, karena bahaya,” kata pengusaha krupuk ini.

Cerita jembatan lama Kertosono ini menyusul keterangan Siswoyo, salah satu pejuang kemerdekaan asal Desa Plimping, Desa Gebangkerep, Kecamatan Baron menyampaikan, jembatan lama Kertosono merupakan bangunan Belanda yang sangat kokoh dan kuat.

Ceritanya, saat perang kemerdekaan oleh para pejuang pernah dihancurkan dengan cara dibom, namun tidak mempan. Padahal, treck-bomb yang disiapkan 3,5 kuintal, namun tetap tidak mampu menghancurkan banguan jembatan.

“Tidak bisa putus ketika di-bom, hanya bagian tengahnya yang jebol,” terang salah seorang veteran saat memimpin perlawanan dengan Belanda pada agresi Belanda kedua waktu itu.

Keterangan Siswoyo ini diperoleh media ini pada Juni 2019 lalu saat melakukan penelusuran dan pengumpulan data tentang Sejarah Polisi Inteligen Pandergoen bersama tim Polres Nganjuk.

Meski memiliki nilai sejarah yang kuat, kekokohan jembatan lama Kertosono terancam tinggal kenangan. Karena hampir seluruh bangunannya sudah tidak mungkin diselamatkan sebagai akses jalan kembali. Bagian pondasinya sudah miring, gelagarnya sudah melengkung, dan kerangka di atasnya sudah tidak beraturan. Apalagi, pada bagian badan jalannya penuh lubang, mulai dari ujung ke ujung. Lebih-lebih belakangan tersebar kabar, sisa struktur jembatan Kertosono bakal dibongkar. Bahkan beberapa kerangka besi telah diambil dan disimpan di Gudang PUPR Kabupaten Nganjuk.

Sejak jembatan lama Kertosono tidak berfungi, warga beralih menggunakan jasa transportasi perahu untuk melintasi dari Jombang ke Nganjuk atau sebaliknya. Padahal, pemerintah telah membangun jembatan baru yang lebih kokoh di sebelah selatan.

Penulis : Sukadi

Tulisan ini diterbitkan di www.anjukzone.id

Kotasejuk Sampaikan Aspirasi ke Bupati Nganjuk Terkait Pelestarian Jembatan Lama Kertosono

Komunitas Pecinta Sejarah dan Ekologi Nganjuk KOTASEJUK menggelar audiensi pada Selasa (29/7/2025) dengan Bupati Nganjuk, Marhaen Djumadi guna menyampaikan keberatan atas rencana pembongkaran jembatan lama Kertosono. Audiensi ini berlangsung di Pendopo Kabupaten Nganjuk dan dihadiri pula oleh sejumlah perwakilan lembaga swadaya masyarakat serta awak media. Dalam pertemuan tersebut, Kotasejuk yang diwakili oleh Sukadi dan Johnarief menegaskan bahwa jembatan tua di Kertosono memiliki nilai sejarah tinggi, terutama terkait peristiwa Agresi Militer II tahun 1949. Saat itu, jembatan tersebut menjadi saksi perjuangan rakyat Nganjuk yang berupaya menghadang mobilitas pasukan Sekutu menuju wilayah Nganjuk. Pembongkaran jembatan tanpa kajian sejarah dinilai akan menghilangkan jejak penting perjuangan bangsa. Audiensi ini turut didukung oleh berbagai elemen masyarakat, antara lain: GMBI (Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia): Sugito, Alfan Syahroni, Cak Tri, dan Totok Jrabang, AWG (Aliansi Wong Gawat): Ridwan Gondrong, GAKK : Sumarno, Go Green Dharmasila : Arief Arwana, serta beberapa awak media: Sari, Siti Nur Kholifah, Asep Bahar, dan Ilham Menanggapi aspirasi tersebut, Bupati Marhaen menyampaikan bahwa secara fungsi teknis, jembatan lama Kertosono memang sudah tidak layak dan mengancam keselamatan pengguna jalan. Namun, ia tidak menolak pentingnya aspek sejarah dari jembatan tersebut. Bupati menyarankan agar Kotasejuk menyusun surat resmi kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sebagai pemegang kewenangan, disertai dengan data dan kajian sejarah yang dapat memperkuat argumentasi pelestarian. Menindaklanjuti arahan tersebut, Kotasejuk menyatakan telah menyiapkan surat dan dokumen pendukung yang diperlukan. Komunitas ini juga menegaskan bahwa perjuangan mereka berlandaskan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, yang mengatur perlindungan terhadap Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB), termasuk bangunan seperti jembatan tua yang memiliki nilai historis penting. Sebagai landasan tambahan, Kotasejuk juga merujuk pada: Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2022 tentang Registrasi Nasional dan Pelestarian Cagar Budaya, yang memperkuat aspek pelindungan, kajian, dan pemanfaatan ODCB secara nasional. Kotasejuk menekankan bahwa pelestarian objek sejarah bukan semata persoalan masa lalu, tetapi juga bagian dari warisan kolektif bangsa yang harus dijaga demi generasi mendatang. Perlindungan terhadap jembatan lama Kertosono diharapkan menjadi contoh nyata keberpihakan pada sejarah lokal di tengah pembangunan yang pesat. Kotasejuk mendukung penuh pembangunan jembatan baru sebagai alternatif penyeberangan warga (khususnya pejalan kaki dan pengendara roda dua), mengingat jembatan nasional yang ada saat ini dinilai membahayakan warga. Namun demikian, pembangunan jembatan alternatif tersebut diharapkan tidak mengubah konteks nilai sejarah pada jembatan lama Kertosono, apalagi jika sampai dibongkar total yang justru akan menghilangkan identitas historisnya sebagai objek diduga cagar budaya.